Tuesday, February 24, 2009

Keputusan

heiho..

Saya teringat disuatu waktu dimana ketika mendekati seorang wanita yang saya kagumi. Isi kepala saya tiada hentinya berpikir dan memikirkan untuk bisa berbicara lama dan bertemu dengannya. Hari-hari dilalui dengan canda dan tawa. Sesekali masalah timbul tapi dengan cepat berlalu tanpa pernah pusing untuk tahu cara penyelesaiannya.


Setelah berjalan waktu ternyata dia sudah ada yang memiliki. Tak pernah disiarkan sebelumnya. Langkah terhenti tujuan berubah. Waktu tak pernah berhenti dan akhirnya kita bersama tanpa pernah saya tersadar bahwa awal keputusan untuk bersama adalah bermula dari memasuki suatu hubungan lalu merasakan adanya kesamaan dan ketertarikan. Apakah ini wajar? Apakah saya tahu bahwa hukum tabur tuai itu berlaku dimana saja. Saya mengeraskan hati dan membiarkan semuanya berjalan tanpa pernah mencoba mengevaluasi diri.


Pahit terasa ketika akhirnya seperti ini. Pahit rasanya ketika tahu bahwa yang diberikan hanya derita dan airmata. Saya tidak mau ini terus terjadi! Saya memutuskan berubah, kembali pada titik balik.

....


Suatu pagi ketika matahari juga belum menampakkan sinarnya, telepon berdering. Disaat usaha menyadarkan diri belum juga sempurna berusaha menjawab dengan daya yang saya bisa. Saya diam dan mati rasa. Badan ini dengan cepatnya membeku. “posisi yang sulit sekali untuk memilih. Tapi tetap harus ada pilihan”. Disatu sisi saya akan dibenci dan dilain pihak ini akan membangkitkan dan membuat masalah baru dimana saya berdiam. Keluarga saya adalah segalanya dan Mama saya adalah segalanya. Itulah keputusan saya. Keputusan yang bisa menghancurkan sebuah hubungan. Sebagai seorang pria yang nantinya akan menjadi seorang kepala keluarga ini menjadi sebuah ujian dimana harus mengutamakan keluarga. Selain itu sebagai satu-satunya pria yang ada dirumah, tidak sampai hati meninggalkan mereka, dilain tempat ada seorang gadis yang juga sendiri diluar sana. Ini berat, dan tidak semua pria bisa dalam posisi ini kalaupun saya ada dalam posisi ini, saya teramat sangat yakin bahwa ini bukan sebuah kebetulan akan tetapi sebuah keputusan yang akan menentukan keadaan saya kedepannya nanti, 5-10 tahun kedepan.


Hari ini telepon kembali berbunyi. Ada gadis terbalut emosi berbicara dan menduga. Kebohongan dan memiliki banyak alasan, suatu hadiah yang pantas untuk didapatkan orang seperti saya ini. “Tuhan, katupkan bibir ku, seperti Daniel mengatupkan mulut Singa”. Saya tahu seperti halnya Yusuf dengan potifar, maka akupun akan juga dibela. Usahaku hanyalah mengipaskan bara api yang akan membuatnya semakin panas dan menyala. Isi pesan terakhirmu sangat menusuk tajam dan mengusik hati.


“Aku akan menyelesaikan ini semua, sehingga tidak perlu ada lagi air mata yang keluar seperti yang telah aku janjikan”